I
. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Limnologi
adalah ilmu yang mempelajari hal-hal tentang perairan daratan, yang mencakup
pengetahuan tentang faktor-faktor abiotik (air dan tanah), biotik (semua
organisme yang hidup di dalamnya) serta interaksi yang terjadi di antaranya. Limnologi
memiliki aspek–aspek yang berperan penting dalam
menentukan kualitas air di dalam suatu perairan khususnya perairan air
tawar. Perairan tawar tersebut melalui
aspek-aspeknya dapat mengetahui apakah di dalam suatu perairan tersebut subur
atau tidak. Biasanya suatu perairan memiliki ciri yang khusus baik ditinjau
dari parameter kimia, fisika maupun biologinya. Parameter fisika meliputi
konsep-konsep dan pengertian dari intensitas matahari yang akan mempunyai
pengaruh terhadap perubahan suhu dan kecerahan. Parameter kimia yang meliputi
proses-proses kimiawi yaitu, kandungan oksigen terlarut (DO), kandungan karbondioksida
(CO2) bebas, alkalinitas, derajat keasaman (pH), dan kesadahan. Sedangkan untuk
parameter biologinya yaitu pengukuran produktivitas perairan yang sangat
dipengaruhi oleh metabolisme, fotosintesis dan pelepasan zat-zat hara (Cahyono,
2000).
Praktikum Limnologi ini membahas secara umum
aspek-aspek yang mempengaruhi kolam pembesaran ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) di Satuan Kerja Perbenihan dan Budidaya Ikan Air Tawar (Satker PBIAT),
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Ambarawa, termasuk di dalamnya beberapa
parameter fisika, kimia dan biologi. Parameter fisika meliputi: debit air, suhu
air dan udara, kecerahan, kedalaman, kecepatan arus. Parameter kimia meliputi: oksigen terlarut (DO),
karbondioksida (CO2), alkalinitas, derajat keasaman (pH), kesadahan dan
parameter biologi yaitu prodktivitas primer. Manajemen air juga dipelajari agar dapat mengetahui kualitas
air yang baik untuk organisme atau kultivan yang
dibudidayakan, baik air yang berada di tempat budidaya maupun yang berasal dari sumber air yang dialirkan
sampai ke tempat budidaya.
Kelompok 2 Trip I Praktikum Limnologi
mengambil judul Aspek-Aspek Limnologi Pada Kolam Pembesaran Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus), karena ikan Nila Merah merupakan salah
satu jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis dan mudah untuk di budidayakan.
1.2. Pendekatan
Masalah
Ikan Nila Merah dapat hidup di berbagai macam perairan, tetapi kita perlu memahami
parameter fisika meliputi: suhu air dan udara, debit air, kecerahan dan
kedalaman, kecepatan arus. Parameter kimia meliputi: oksigen terlarut
(DO), karbondioksida (CO2), derajat keasaman (pH), alkalinitas, dan kesadahan
dan parameter biologi meliputi: produktivitas perairan, yang dapat mempengaruhi
tempat hidupnya. Pemahaman mengenai parameter-parameter diatas diharapkan dapat meningkatkan perkembangan ikan
Nila Merah tersebut.
Pelaksanaan praktikum ini diharapkan dapat mengetahui aspek-aspek limnologi yang
dibutuhkan dalam menentukan kualitas air di suatu kolam ikan, sehingga didapatkan produksi ikan dengan pertumbuhan yang baik serta
didapatkan bibit-bibit berkualitas.
Aspek-aspek limnologi ini meliputi parameter kimia terdiri atas variabel kadar
Oksigen terlarut (DO), Karbondioksida (CO2), alkalinitas, kesadahan,
derajat keasaman (pH), parameter biologi yaitu produktivitas perairan (PP),
parameter fisika terdiri dari variabel debit, arus, suhu udara dan suhu air, kecerahan
dan kedalaman.
Input
Proses
data
Gambar 1. Skema Pendekatan Masalah
1.3.
Tujuan Praktikum
Kegiatan
Praktikum Limnologi ini dilaksanakan
dengan beberapa tujuan yang hendak dicapai yaitu:
1.
Mengetahui
aspek-aspek limnologi yang perlu diperhatikan dalam kegiatan budidaya air tawar;
2.
Mengetahui kualitas air yang layak untuk kegiatan budidaya ikan pada kolam; dan
3.
Mengetahui keterkaitan antara parameter fisika,
kimia ,dan biologi.
1.4. Manfaat Praktikum
Manfaat
dilaksanakannya Praktikum Limnologi ini adalah :
Praktikan
dapat mengetahui aspek-aspek limnologi yang mempengaruhi kualitas air pada
suatu perairan; dan
Data yang
diperoleh dari hasil pengukuran parameter
fisika, kimia, dan biologi pada Kolam Pembesaran Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus), pembesaaran diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan referensi bagi petani ikan, khususnya petani Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus);
Data yang diperoleh dapat digunakan untuk bahan
pembelajaraan dan refrensi bagi petani tambak.
1.5. Waktu dan Tempat
Praktikum Limnologi ini
dilaksanakan pada tanggal 17-18 Oktober 2011 bertempat di kolam pembesaran ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus), di Satuan Kerja Perbenihan dan Budidaya
Ikan Air Tawar (Satker PBIAT), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Ambarawa.
II . TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Parameter Kimia
2.1.1. Oksigen
terlarut (DO)
Atmosfer bumi mengandung oksigen
sekitar 210 ml/liter. Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam
suatu perairan. Kadar oksigen terlarut dalam perairan dipengaruhi oleh suhu,
salinitas, turbulensi air, dan atmosfer. Peningkatan suhu dan ketinggian akan mnegakibatkan semakin kecilnya tekanan atmosfer dan kadar oksigen terlarut dalam perairan
(Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi, 2003).
Kadar oksigen terlarut
berfluktuasi secara harian (diurnal)
dan musiman, tergantung pada percampuran (mixing)
dan pergerakan (turbulence) massa
air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air. Kadar oksigen terlarut di
perairan tawar berkisar
antara 15 mg/liter pada suhu 0oC dan 8 mg/liter pada suhu 25oC.
Kadar oksigen terlarut pada perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/liter.
Sumber oksigen terlarut berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer
(sekitar 35%) dan aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton
(Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi, 2003). Difusi oksigen
dari atmosfer kedalam air dapat terjadi secara langsung atau terjadi karena agitasi
atau pergolakan massa air akibat adanya gelombang dan air terjun (Effendi,
2003).
Pengaruh suhu pada oksigen
terlarut dalam perairan adalah dapat meningkatkan konsumsi oksigen 10% setiap
kenaikan 1oC
(Brown, 1987 dalam Effendi, 2003). Hubungan tekanan air dengan kelarutan oksigen
adalah semakin tinggi tekanan air semakin tinggi pula kelarutan oksigen (Effendi, 2003).
Oksigen terlarut dapat
membentuk presipitasi atau endapan dengan besi dan mangan. Kedua unsur tersebut
menimbulkan rasa yang tidak enak pada air. Keperluan air minum air dengan nilai oksigen terlarut pada taraf jenuh lebih
dikehendaki karena air yang demikian menimbulkan rasa segar. Pengaruh kadar oksigen terlarut >5,0
mg/liter terhadap kelangsungan hidup ikan adalah bahwa hampir semua organisme akuatik menyukai kondisi kadar oksigen terlarut >5,0 mg/liter (Tebbutt, 1992 dalam Effendi, 2003).
2.1.2. Karbondioksida
(CO2)
Karbondioksida (CO2)
bebas merupakan CO2 yang terkandung dalam perairan, sehingga
merupakan respirasi yang penting bagi kelangsungan sistem perairan. Sumber CO2
berasal dari udara dan penguraian bahan organik dalam perairan. Bila
konsentrasi oksigen terlarut rendah maka konsentrasi CO2 dalam air
sangat tinggi. Hal ini disebabkan CO2 yang dibebaskan pada waktu
respirasi digunakan dalam fotosintesis. Oksigen terlarut rendah maka fotosintesa akan
berlangsung secara perlahan-lahan. Oleh karena itu, konsentrasi CO2
meningkat. Bila CO2 yang dibebaskan melalui respirasi tidak diserap
oleh fitoplankton untuk fotosintesis, maka konsentrasi CO2 meningkat
pada malam hari dan menurun kembali pada siang hari (Soedarsono, 1986).
Karbondioksida tidak secara langsung tidak dibutuhkan oleh ikan, namun
diperlukan pada proses fotosintesa media hidup di kolam. Karbondioksida ini
dipergunakan sebagai bahan bakar untuk membuat zat pati dalam butir hijau daun
tumbuhan air. Karbondioksida merupakan hasil buangan dari
ikan dan mahluk air lainnya. Kandungan karbondioksida
dalam air untuk pemeliharaan ikan di air tenang di butuhkan lebih banyak karbondioksida
dari pada oksigen. Kandungan karbondioksida maksimal di dalam air yang masih
dianggap tidak membahayakan bagi ikan adalah sekitar 25 ppm (Susanto, 1991).
Menurut Soedarsono dan Suminto (1986), ikan dapat merasakan setiap perubahan kandungan karbondioksida dalam air
walaupun kecil. Biasanya ikan akan menghindari daerah yang kandungan
karbondioksidanya tinggi. Pada pemeliharaan ikan secara intensif, kandungan
karbondioksida yang aman harus kurang dari 5 mg/l air.
2.1.3. Alkalinitas
Air merupakan media hidup ikan, kondisi
alkanitas air kolam perlu diketahui, karena alkanitas merupakan salah satu
parameter kimia yang dapat dipakai untuk mengetahui kebasaan air. Kisaran pH suatu perairan kadang mengalami
fluktuasi atau perubahan cukup drastis. Hal ini kurang menguntungkan, sebab
akan mempengaruhi kehidupan ikan yang dipelihara. Fluktuasi atau perubahan
nilai pH yang drastis disuatu perairan dapat dicegah apabila perairan tersebut
mempunyai sistem buffer yang memadai. Suatu perairan mengandung
mineral karbonat, bikarbonat, borat, dan silikat, maka pada perairan tersebut
akan memiliki pH diatas netral (bersifat basa) dan sekaligus dapat mencegah
terjadinya penurunan pH secara drastis (Cholik, 1986).
Perairan kolam dengan total alkalinitas kurang dari 15 atau 20 mg/l
biasanya mengandung sedikit CO2 sedangkan total alkalinitas 20 – 150 mg/l
mengandung CO2 yang cukup untuk produksi plankton pada budidaya ikan
di kolam. Perairan dengan alkalinitas rendah mempunyai daya tangkap yang kurang
atau rendah terhadap perubahan pH (Afrianto dan Liviawaty, 1998).
Tabel
1. Hubungan Alkalinitas dengan Kualitas Air untuk Keperluan Perikanan
menurut Cholik (1986)
Alkalinitas (mg/liter
CaCO3) Kualitas air untuk perikanan
0 - 10 Sangat asam tidak dapat dimanfaatkan.
10 - 50 Alkalinitas
rendah, kematian ikan mungkin terjadi,
pH bervariasi, penyediaan CO2
rendah, perairan kurang produktif.
50 - 200 Alkalinitas
sedang, pH stabil, penyediaan CO2 sedang, produktivitas perairan sedang.
> 500 Jarang
ditemukan, pH stabil produktivitas diduga tidak terancam.
Keadaan perairan alami
yang normal nilai alkalinitas menggambarkan nilai kebebasan dari Karbonat dan Bikarbonat. Besarnya nilai ini menunjukkan
adanya kapasitas penyangga pada perairan tersebut serta dapat digunakan sebagai
penduga kesuburan. Perkiraan kesuburan ini hanya berlaku pada
daerah-daerah yang bercurah hujan sedang sampai tinggi karena di daerah
tersebut komponen alkalinitas yang dominan adalah Ca, Mg, Karbonat dan Bikarbonat. Adanya pengukuran alkalinitas maka dapat diketahui sejauh mana garam-garam
essensial di perairan air tawar dapat menyangga perubahan pH dan kadar karbondioksida
bebas. Kalsium yang berlebihan akan memanfaatkan Phospat dan mengendap di
dasar perairan yang setiap saat akan berubah menjadi Ortophospat untuk kehidupan biota nabati di perairan (Susanto, 1991).
Alkalinitas suatu perairan diartikan
sebagai derajat keasaman yang dapat menentukan kesuburan air. Nilai alkalinitas
dapat diketahui produktivitas suatu perairan. Total alkalinitas yang dibutuhkan
dalam pembudidayaan ikan nila berada pada kisaran 50 – 300 mg/L (Cholik, 1986).
2.1.4.
Derajat keasaman (pH)
Keadaan kolam
budidaya berfluktuasi pH dipengaruhi oleh respirasi, karena berhubungan dengan
karbondioksida yang dihasilkannya. Kolam yang banyak dijumpai algae dan
tumbuhan lain pH air pada pagi hari mencapai 6,5 sedangkan pada sore hari
mencapai 8 – 9. Hubungan antara karbondioksida dengan pH bersifat berbanding
terbalik. Karbondioksida tinggi, maka pH akan cenderung rendah. Kolam dengan
sistem resirkulasi, air cenderung menjadi asam karena proses nitrifikasi dari
bahan organik akan menghasilkan karondioksida dan ion hidrogen. Sebagian ikan
dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan perairan yang mempunyai derajat
keasaman (pH antara 5 – 9). Sebagian besar spesies ikan air tawar, pH yang
cocok berkisar antara 6,5 – 7,5 (Cholik, 1986).
Nilai
derajat keasaman (pH) perairan yang cocok untuk ikan Nila Merah adalah 7,4–7,7
dan tidak tercemar oleh bahan beracun seperti sulfida (H2S) dan
ammonia (NH3) ataupun logam berat dan limbah atau tumpahan minyak.
Konsentrasi H2S dan NH3
yang masih dapat ditoleransi oleh ikan Nila Merah adalah 1 ppm.
Tabel
2. Hubungan pH dengan Pertumbuhan Ikan menurut Cholik (1986)
Kisaran pH
|
Pengaruh terhadap
ikan
|
4 – 5
4 – 6,5
6,5 – 9
> 11
|
Tingkat
keasaman yang mematikan dan tidak ada reproduksi
Pertumbuhan
lambat
Baik
untuk produksi
Tingkat alkalinitas mematikan
|
2.1.5.
Kesadahan
Kesadahan adalah banyaknya garam-garam mineral yang
larut yang kationnya bervalensi dua. Kation tersebut umumnya terdiri
dari Ca dan Mg dengan anion CO2-2 dan HCO3-
dinyatakan dalam MgCaCO3 per liter air yang di butuhkan. Konsentrasi total dari ion logam yang
bervalensi dua terutama Ca dan Mg dinyatakan dalam mg/l setara CaCO3
menunjukkan tingkat kesadahan air. Total
alkalinitas dan kesadahan air umumnya sama, namun pada beberapa perairan
tertentu lebih besar atau sebaliknya. Tingkat total alkalinitas dan kesadahan
air yang diperlukan untuk budidaya ikan umumnya pada deret 20–300 mg/l. Total alkalinitas dan kesadahan air lebih rendah dapat di ditingkatkan
dengan pemberian kapur, sedangkan bila terlalu tinggi belum ditemukan cara yang
praktis untuk menurunkannya
(Rejeki, 2001).
Tabel 3. Klasifikasi Perairan Berdasarkan Nilai Kesadahan menurut
Cholik (1986).
Kesadahan (mg/liter CaCO3)
|
Klasifikasi Perairan
|
< 50
50 - 150
150 - 300
> 300
|
Lunak (soft)
Menengah
(moderately hard)
Sadah
(hard)
Sangat
sadah (very hard)
|
Menurut Effendi (2003), kesadahan perairan berasal dari kontak air dengan
tanah dan bebatuan. Air hujan sebenarnya tidak memiliki kemampuan untuk
melarutkan ion-ion penyusun kesadahan yang banyak terikat di dalam tanah dan
batuan kapur (limestone), meskipun
memiliki kadar karbondioksida yang relatif tinggi. Larutnya ion-ion yang dapat
meningkatkan nilai kesadahan tersebut lebih banyak disebabkan oleh aktivitas
bakteri di dalam tanah, yang banyak mengeluarkan karbondioksida.
2.2.
Parameter Biologi
2.2.1.
Produktivitas primer
Produktivitas
perairan adalah produktivitas fitoplankton dan tumbuhan pada perairan tambak.
Produktivitas perairan sangat besar peranannya dalam budidaya ikan
maupun udang. Produktivitas perairan dalam suatu perairan sangat
dipengaruhi oleh kecepatan penguraian dari bahan-bahan organik yang ada menjadi
garam mineral (Afrianto dan Liviawaty, 1998).
Produktivitas
primer (primary production) oleh tanaman hijau di beberapa habitat akan
berbeda satu dengan yang lain. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan skala
harian maupun tahunan, dapat
disebabkan terdapatnya faktor yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi aktivitas produksi. Faktor-faktor
yang mempengaruhinya antara lain suhu, transparansi, arus, cahaya dan
konsentrasi gas atau garam-garam biogenik. Aktivitas tumbuhan hijau akuatik
dalam berfotosintesa merupakan produktivitas primer yang utama dalam suatu
perairan (Hutabarat dan Evans, 2000).
Bahan
organik yang terbentuk dalam proses produktivitas umumnya dapat dinyatakan
dalam jumlah gram karbon (C) yang terikat ke dalam ikatan-ikatan bahan organik
per meter persegi per hari atau tahun (gC/m2/hari). Produksi primer
di lautan bebas dapat menunjukkan tingkat jumlah gram karbon yang relatif rendah
yaitu berkisar antara 0,005-0,5 gC/m2/hari. Daerah paparan benua dan
di tempat-tempat yang sering terjadi upwelling dapat menghasilkan nilai yang lebih tinggi yaitu diantara
0,5-1,25 gC/m2/hari. Nilai-nilai tersebut
masih rendah jika dibandingkan dengan daerah ditanah pertanian yang kira-kira
dapat mencapai sekitar 10 gC/m2/hari) (Hutabarat dan Evans, 2000).
Produktivitas
primer turun seiring dengan bertambahnya kedalaman karena tumbuhan berklorofil
semakin berkurang. Produktivitas primer berhenti pada kedalaman antara 30–100 m
tergantung pada kedalaman perairan. Produktivitas primer naik jika perairan
kaya akan fitoplankton dan bahan organik. Pengamatan fitoplankton dapat
dijadikan ukuran biomassa dan produktivitas perairan (Hutabarat dan Evans,
2000).
2.3. Parameter Fisika
2.3.1. Debit air
Debit air yaitu jumlah air yang
masuk ke dalam kolam melalui saluran inlet. Pergantian air tersebut diperlukan debit air yang cukup. Salah satu
cara menghasilkan debit air yang besar dilakukan dengan membuat bendungan. Cara
menghitung debit air yang lewat sungai atau saluran pengairan, yang paling
praktis adalah dengan cara menggunakan alat pengukur kecepatan air yang disebut
dengan current meter (Susanto, 1991).
Debit
air yaitu jumlah air yang masuk ke dalam kolam melalui saluran inlet, pergantian
air diperlukan debit air yang cukup. Cara menghasilkan debit
air yang besar dengan membuat bendungan. Cara menghitung debit air yang lewat
sungai atau saluran pengairan, yang paling praktis adalah dengan menggunakan
alat pengukur kecepatan air current meter (Soedarsono dan Suminto, 1989).
Kuantitas
air lebih dikenal dengan debit air perlu menjadi bahan pertimbangan sebelum
memulai budidaya, karena setiap kolam pemeliharaan mulai dari pembenihan sampai
dengan pembesaran memerlukan debit air yang berbeda-beda. Kelancaran usaha ini kualitas air harus dijamin baik, jumlahnya harus cukup dan kontinuitasnya harus juga terjamin. Air
sebaiknya tersedia sepanjang tahun atau minimum sembilan bulan dalam setahun,
sementara saat sama sekali tidak ada air dapat digunakan untuk perbaikan
pematang kolam atau pembuatan kolam baru (Rejeki, 2001).
Air
yang masuk ke dalam bak pemijahan harus tetap kontinu, karena pada waktu
pemijahan airnya harus tetap mengalir. Dengan demikian sirkulasi air menjadi
baik dan oksigen dapat terus tersuplai sesuai dengan kebutuhan ikan. Telur yang telah dikeluarkan akan dapat teraduk. Keadaan airnya juga harus
bersih agar telur-telur tidak kotor dan tidak terbungkus lumpur yang dapat
menurunkan daya tetas. Debit air pengaruhnya pada kultivan ialah sebagai
pembawa oksigen terlarut beserta pembawa unsur hara yang dibutuhkan oleh
kultivan atau biota perairan (Hutabarat, 2000).
Debit
(discharge) dinyatakan sebagtai
volume yang mengalir pada selang waktu tertentu, biasanya dalam satuan m3/detik.
Peningkatan debit, kadar bahan – bahan alami yang terlarut ke suatu badan air
akibat erosi meningkat secara eksponensial. Konsentrasi bahan- bahan
antropogenik yang memasuki badan air tersebut mengalami penurunan karena
terjadi proses pengenceran. Suatu bahan pencemar masuk ke badan air dengan
kecepatan konstan, kadar bahan pencemar dapat ditentukan dengan membagi jumlah
bahan pencemar yang masuk dengan debit badan air (Effendi, 2003).
2.3.2.
Suhu
Setiap ikan mempunyai
temperatur tertentu untuk mempertahankan pertumbuhan agar tetap normal. Ikan
akan kekurangan oksigen jika temperatur tinggi, maka proses metabolismenya juga
tinggi sehingga membutuhkan banyak oksigen yang menyebabkan sistem enzim tidak
dapat berfungsi dengan baik menyebabkan timbulnya stres. Penyakit ikan dapat berkembang dengan cepat,
sehingga ikan mudah terserang penyakit terutama yang disebabkan bakteri yang
hidup di lingkungan yang panas (Cholik, 1986).
Konsentrasi oksigen dalam air rendah atau suhu air
terlalu tinggi, sering terlihat ikan menjadi aktif berenang di permukaan air. Kondisi
semacam ini kurang baik di dalam perairan, sehingga perlu segera diatasi dengan
melakukan pergantian air. Menurut Susanto (1991), ikan Nila Merah secara alami
menghendaki suhu air antara 26 ºC – 30 ºC untuk proses pemijahan, namun untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan Nila Merah menghendaki suhu optimum
antara 26 ºC – 30ºC.
Suhu juga dapat menyebabkan terjadinya
stratifikasi atau tingkat pelapisan air di kolam. Suhu air pada lapisan
permukaan lebih panas daripada di bawahnya, sehingga air di permukaan lebih
tinggi suhunya dari pada dengan air di bawahnya. Air di permukaan yang suhunya
lebih panas disebut epilimnion, sedangkan air di lapisan bawah yang lebih dingin disebut hypolimnion. Kedua lapisan ini terdapat pula suatu
lapisan air yang disebut thermocline ditandai dengan penurunan suhu
sangat tajam dianatara kedua lapisan tersebut (Hutabarat dan Evans, 2000).
Beberapa kolam suhu permukaan
terkadang dapat mencapai 35 oC
atau lebih sehingga berada di luar batas optimal bagi ikan. Keadaan tersebut
terjadi jika ikan secara alamiah berada
di dasar dimana suhunya lebih rendah. Ikan mempunyai toleransi yang rendah,
terhadap perubahan suhu yang mendadak. Pemindahan ikan secara mendadak ke
tempat yang suhunya jauh lebih tinggi atau sangat rendah perlu dihindari.
Perubahan mendadak sebesar 5 oC dapat menyebabkan ikan stres atau
mati (Hutabarat dan Evans, 2000).
Suhu air juga dipengaruhi oleh
tinggi rendahnya tempat dan permukaan air. Suhu air di permukaan dipengaruhi
oleh kondisi metereologi. Faktor-faktor metereologi yang berperan disini ialah
curah hujan, penguapan, kelembaban udara, kecepatan angin dan intensitas
radiasi matahari. Suhu di
permukaan biasanya mengikuti pola musiman (Hutabarat dan Evans, 2000).
2.3.3. Kecerahan
Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan
ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan
secchi disc. Secchi disc dikembangkan oleh Profesor Secchi pada sekitar abad
19, yang berusaha menghitung tingkat kekeruhan air secara kuantitatif. Tingkat
kekeruhan air tersebut dinyatakan dengan suatu nilai yang dikenal dengan
kecerahan secchi disk (Effendi,
2003).
Kekeruhan air merupakan suatu ukuran bias cahaya di dalam air yang
menunjukkan derajat kegelapan di dalam suatu perairan yang disebabkan adanya
partikel, baik yang hidup maupun yang mati yang dapat mengurangi transmisi
cahaya. Sifat dari bahan-bahan penyebab kekeruhan ini mempengaruhi warna
perairan, sedangkan konsentrasinya mempengaruhi kecerahan air. Padatan
tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan. Peningkatan nilai padatan
tersuspensi, menyebabkan nilai kekeruhan juga semakin tinggi (Rejeki, 2001) .
Secara tidak langsung kecerahan akan mempengaruhi komunitas hewan benthos
di perairan. Interaksi antara kekeruhan dengan faktor kedalaman akan
mempengaruhi penetrasi cahaya matahari sehingga produktifitas alga serta
mikrophyta lainnya akan terpengaruh. Keadaan ini akan mempengaruhi komposisi
hewan makrobenthos yang makanannya tergantung dari alga dan mikrophyta lainnya
(Afrianto dan Liviawaty, 1998).
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air
yang ditentukan dengan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan
dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan yang
disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan
terlarut (misalnya lumur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik
yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (Soedarsono dan Suminto, 1989).
Kecerahan air dalam kolam
pemeliharaan ikan juga mempengaruhi hidup dan perkembangan ikan. Air yang keruh
tidak baik untuk budidaya sebab menghambat cahaya matahari untuk menembus ke
dasar kolam. Kekeruhan antara lain disebabkan oleh benda halus seperti lumpur
dan jasad renik. Kekeruhan air yang disebabkan oleh lumpur dapat diatasi dengan
pembuatan kolam pengendapan atau kolam zig-zag pada saluran masuk utama
(Susanto, 1991).
Kandungan
padatan tersuspensi dalam air juga dapat mengakibatkan penyakit pada ikan,
sehingga menyebabkan terganggunya pertumbuhan ikan. Kekeruhan juga berpengaruh terhadap daya pandang ikan, sehingga menyebabkan
pakan tidak termakan. Kekeruhan di bawah 100 mg/l masih dapat ditolerir oleh sebagian
besar spesies ikan (Rejeki, 2001).
Menurut
Jeffries dan Mills (1996) dalam Effendi (2003), kecerahan air tergantung pada warna dan
kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan
secara visual dengan menggunakan secchi
disk. Tingkat kekeruhan air tersebut dinyatakan dengan suatu nilai yang
dikenal dengan kecerahan secchi disk.
Nilai
kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh
keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang
melakukan pengukuran. Pengukuran
kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah (Effendi, 2003).
2.3.4. Kedalaman
Kedalaman perairan memberikan petunjuk keberadaan parameter limnologi pada
suatu habitat aquatik tertentu. Fitoplankton dalam melakukan fotosintesis
membutuhkan sinar matahari, penyinaran cahaya matahari akan berkurang secara
cepat sesuai dengan makin tingginya kedalaman suatu perairan tersebut. Fitoplankton
sebagai produsen primer hanya didapat pada daerah atau kedalaman dimana sinar
matahari masih dapat menembus badan perairan. Sinar matahari yang masuk ke laut
akan semakin berkurang energinya karena diserap (absorbsi) dan disebarkan (scattering)
oleh molekul-molekul di laut. Selain berkurang energinya, sinar matahari yang
masuk akan mengalami pula perubahan kualitas dalam komposisi spektrumnya
(Hutabarat dan Evans, 2000).
2.3.5.
Arus
Menurut
Hutabarat dan Evans (2000), arus
merupakan gerakan air yang sangat luas, arus dipengaruhi oleh adanya angin dan
bentuk topografi dari kolam. Kecepatan arus pada permukaan kolam disebabkan oleh tenaga angin yang
diberikan pada lapisan permukaan. Kecepatan arus akan semakin berkurang cepat
sesuai dengan bertambahnya kedalaman kolam ikan sehingga faktor angin tidak
berpengaruh sama sekali terhadap suatu kecepatan arus. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya arus yaitu angin, perbedaan tekanan air dan perbedaan densitas.
Arus air akan menambah jumlah Oksigen (O2) dalam air dan mengurangi susunan
partikel dasar sungai yang merupakan faktor yang menentukan komposisi benthos.
Selain itu arus juga dapat mengakibatkan keausan jaringan tubuh hewan
makrobentho (Hutabarat dan Evans, 2000).
Kecepatan arus (velocity/flolw rate) suatu badan air
sangat berpengaruh terhadap kemampuan badan air tersebut untuk mengasimilasi
dan mengangkut bahan pencemar. Pengetahuan akan kecepatan arus digunkan untuk
memperkirakan kapan bahan pencemar akan mencapai suatu lokasi tertentu
apabila bagian suatu badan air mengalami
pencemaran. Kecepatan arus dinyatakan dalam satuan m/detik (Effendi, 2003).
Arus air yang terlalu kuat
dapat menimbulkan kerusakan pematang, pintu air dan mengakibatkan pendangkalan
di petakan kolam, pintu air maupun di saluran air, karena adanya erosi dan
sedimentasi. Akibat dari semua itu dapat menyebabkan pengaturan air di dalam
unit kolam menjadi tidak efektif,
sehingga akan mempengaruhi produksi kolam bahkan mungkin mengakibatkan
kerusakan kolam (Kordi , 2007).
Menurut
Hutabarat dan Evans (1986), gerakan air di permukaan kolam terutama disebabkan
oleh adanya angin yang bertiup di atasnya. Angin adalah salah satu faktor yang paling
bervariasi dalam membangkitkan arus. Gerakan air tersebut juga dapat
diakibatkan oleh perbedaan densitas. Arus pada kolam juga dipengaruhi oleh
keluar masuknya air melalui inlet dan outlet. Pengaruh kecepatan
arus erat juga kaitannya dengan kadar oksigen terlarut (DO). Jika kecepatan
arus tinggi, maka kadar oksigen terlarutnya tinggi dan begitu juga
sebaliknya.
III.
MATERI DAN METODE
3.1. Materi
3.1.1. Air sampel
Air Sampel yang digunakan pada praktikum Limnologi
adalah air dari perairan permukaan (surface
water), yaitu air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau, waduk,
rawa, dan badan air lain, yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Air
tersebut termasuk ke dalam klasifikasi
perairan tergenang (lentik) yaitu
perairan tergenanng meliputi danau, kolam, waduk (reservoir), rawa (wetland),
dan sebagainya. Perairan tergenang (lentik), khususnya danau, biasanya
mengalami stratifikasi secara vertikal akibat perbedaan intensitas cahaya dan
perbedaan suhu pada kolom air yang terjadi secara vertikal (Effendi, 2003).
Jenis-jenis
air sampel dapat dikelompokkan menjadi tiga sebagai berikut.
1. Sampel
sesaat (grab sample), yaitu sampel
yang diambil secara langsung dari badan
air yang sedang dipantau. Sampel ini hanya menggambarkan karakteristik air pada
saat pengambilan sampel.
2. Sampel
komposit (composite sample), yaitu
sampel campuran dari beberapa waktu pengamatan. Pengambilan sampel komposit
dapat dilakukan secara otomatis dengan menggunakan peralatan yang dapat
mengambil air pada waktu-waktu tertentu dan sekaligus dapat mengukur debit air.
Pengambilan sampel secara otomatis hanya dilakukan jika ingin mengetahui
gambaran tentang karakteristik kualitas air secara terus-menerus.
3. Sampel
gabungan tempat (intergrated sample),
yaitu sampel gabungan yang diambil terpisah dari beberapa tempat, dengan volume
sama (Effendi, 2003).
3.2
Metode
3.2.1. Penentuan lokasi sampling
Lokasi sampling yang akan di gunakan untuk
praktikum Limnologi ini yaitu pada kolam pembesaran ikan nila merah (Orheochromis
niloticus) di Satuan Kerja Perbenihan dan Budidaya Ikan Air Tawar
(Satker PBIAT), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Ambarawa. Kedalaman pada
kolam pembesaran ikan Nila Merah sekitar ± 1 – 1,5 meter dengan warna air yang
ada di kolam pembesaran ikan nila merah berwarna coklat dengan beberapa pertimbangan
berikut:
- Merupakan
kolam air tawar sehingga sesuai dengan ilmu Limnologi;
- Merupakan kolam air tenang di mana pergantian air tidak
terjadi setiap saat;
- Kekeruhan
kolam yang sangat tinggi hingga ikan tidak terlihat;
- Untuk
membedakan kedalaman dan kecerahan kolam, ditetapkan tiga titik sampling
berbeda.
3.2.2 Prosedur pengukuran parameter kimia
a. Oksigen terlarut (DO)
Metode yang digunakan dalam pengukuran
oksigen terlarut dimulai dengan, diambil air sampel dengan
menggunakan botol BOD 125 ml, lalu ditambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml NaOH dalam KI botol
ditutup dan dikocok hingga larutan mengendap. Ditambahkan 1 ml H2SO4
pekat kemudian ditutup botol BOD dikocok sampai larutan berwarna kuning, 50 ml air sampel dimasukan ke dalam Erlenmeyer 250 m, kemudian dilakukan titrasi dengan 0,025 N Na2S2O3 sampai
larutan berwarna kuning muda. Setelah itu ditambahkan 2 tetes indikator amilum
sampai timbul warna biru kemudian dilanjutkan dengan titrasi Na2S2O3
0,025 N hingga bening. Dilihat skala penurunan titran yang digunakan
dalam spuit suntik, kemudian dimasukan ke dalam rumus :
Pengamatan diulangi setiap 4
jam sekali selama 24 jam.
b. Karbondioksida (CO2)
Metode yang digunakan dalam pengamatan
karbondioksida dimulai dengan, pengambilan 50 ml sampel air dan dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer lalu
ditambahkan 2 tetes indikator PP. Setelah penambahan
indikator PP warna larutan sampel menjadi merah muda, maka karbondioksida sama
dengan 0. Setelah penambahan tidak didapatkan warna merah muda, dilakukan
titrasi larutan sampel dengan 0,045 N Natrium Karbonat (Na2CO3)
hingga warna merah muda. Langkah
selanjutnya pembacaan skala
penurunan titran yang digunakan dalam spuit suntik kemudian dimasukkan dalam
rumus :
Pengamatan diulangi setiap 4 jam sekali
selama 24 jam.
c. Alkalinitas
Metode
yang digunakan pada pengamatan alkalinitas dimulai dengan, pengambilan 50 ml
sampel air dan dimasukan ke dalam Erlenmeyer lalu ditambahkan 1 tetes PP, bila
terjadi warna merah muda melanjutkan titrasi dengan 0,025 N HCl hingga warna
merah muda hilang setelah itu dicatat jumlah HCl yang digunakan (A),
memasukkannya ke dalam rumus. Bila tidak berwarna merah muda ditambahkan 1 – 2
tetes indikator MO, kemudian dilakukan titrasi dengan larutan 0,025 N HCl
hingga warna larutan menjadi merah seulas kemudian dilihat skala penurunan HCl
(B). Dimsukan dalam rumus :
Dilakukan pengulangan setiap 6 jam selama
24 jam.
d. Derajat keasaman
(pH)
Metode
yang digunakan dalam derajat keasaman dimulai dengan, pengambilan air sampel
pada kolam setelah itu dimasukkan pH paper pada air sample. Dicocokkan warna pH paper pada skala yang
ada, terakhir pencatatan
nilai pH pada skala yang ada.
e. Kesadahan
Metode
yang digunakan dalam pengukuran kesadahan dimulai dengan, pengambilan 10 ml air sampel, ditambahkan 1 – 2 ml larutan
buffer hingga pH 10 kemudian ditambahkan indikator Chrom Black T, hingga warna
menjadi unggu violet, dilakukan titrasi dengan Na – EDTA, hingga larutan
berwarna biru, kemudian dibaca jumlah Na – EDTA. Penambahan 5 g Na2S9H2O
atau 3,7 g Na2S5H2O dalam 100 ml aquadest
apabila tidak berwarna biru, dimasukan dalam rumus :
Keasadahan = A x 150 (mg/l)
Dimana : A =
ml Na - EDTA
Dilakukan pengulangan setiap 6 jam sekali selama 24 jam.
3.2.3. Prosedur pengukuran parameter
biologi
a. Produktivitas
primer
Metode yang digunakan dalam pengukuran
produktivitas primer dimulai dengan, pengambilan air sampel dengan
menggunakan 2 botol BOD (gelap dan terang). Dimasukkan botol tersebut dan merendamnya selama 4 jam setelah itu
melakukan pengukuran oksigen terlarut setelah 4 jam perendaman.
Perhitungan produktivitas primer :
Dimana
: BT = Botol terang Pq = 1,2
BG = Botol gelap
x = Waktu inkubasi
3.2.4. Prosedur Pengukuran Parameter
Fisika
a. Debit air
Metode yang digunakan pada pengukuran
debit air dimulai dengan, ember dengan volume 1 l diletakan pada inlet kolam, lalu dihitung waktunya sampai ember penuh
terisi air, diulangi setiap 1 jam selam 24. Dimasukkan hasil waktu dalam rumus: Q = A : B Q = debit air
A = volume air tertampung dalam ember
B = waktu
yang dicapai ketika ember terisi penuh
b. Suhu
Metode yang digunakan dalam pengukuran suhu
dimulai dengan, Pengukuran suhu air :
Termometer yang diberi tali dimasukan kedalam
badan air selama 5 menit, lalu dicatat hasil pengukuran, dengan catatan pengamatan
dilakukan di dalam air. Dilakukan
pengulangan setiap 1 jam sekali selama 24 jam. Pengukuran suhu udara selama 1
menit, lalu pencatatan hasil pengukuran. Dilakukan pengulangan setiap 1 jam sekali selama
24 jam.
c. Kecerahan
Metode yang digunakan dalam pengukuran
kecerahan dimulai dengan, Secchi disk
dimasukan ke dalam kolam, lalu dibaca skala piringan secchi disc terlihat remang - remang (K1) dan skala piringan secchi disc tidak terlihat (K2) terakhir masukkan hasil skala dalam rumus :
d. Kedalaman
Metode yang digunakan dalam pengukuran
kedalaman dimulai dengan, dimasukan tongkat berskala ke dalam kolam, lalu
pembacaan skala pada tongkat berskala terakhir pencatatan kedalaman kolam
tersebut.
e. Arus
Metode yang digunakan pada pengukuran
kecepatan arus dimulai dengan, bola arus (jeruk) yang diikat dengan tali raffia
sepanjang 1 meter diletakan pada kolam lalu dihitung waktu sampai tali pada
bola arus tegang. Pencatatan waktu yang dibutuhkan sampai tali pada bola arus
tegang, pengulanagan dilakukan setiap 1 jam selama 24 jam.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1.
Pengukuran parameter kimia
a. Oksigen terlarut (DO)
Hasil pengukuran parameter oksigen terlarut pada kolam pembesaran ikan
Nila Merah tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pengukuran Oksigen Terlarut (DO)
Waktu
|
DO
(mg/l)
|
Refrensi
|
14.00
|
1,24
|
Kadar
DO yang baik untuk perairan adalah >5 mg/l
(Effendi, 2003).
|
18.00
|
2,2
|
22.00
|
1,8
|
02.00
|
1,6
|
06.00
|
1,4
|
10.00
|
1,88
|
Grafik
pengukuran variabel oksigen terlarut (DO) pada kolam pembesaran ikan Nila Merah (Orechromis niloticus) tersaji pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Hubungan Variabel Oksigen Terlarut (DO)
dengan Waktu
b.
Karbondioksida (CO2)
Hasil pengukuran parameter
karbondioksida pada kolam pembesaran ikan Nila Merah tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Pengukuran Karbondioksida
(CO2)
Waktu
|
CO2
(mg/l)
|
Refrensi
|
08.00
|
0,396
|
Kadar
CO2 yang baik untuk perairan adalah < 5 mg/l
(Effendi, 2003).
|
12.00
|
0
|
16.00
|
3,96
|
20.00
|
5,94
|
00.00
|
7,92
|
04.00
|
1,584
|
Grafik pengukuran variabel karbondioksida pada
kolam pembesaran ikan Nila Merah tersaji pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Hubungan Variabel Karbondioksida
(CO2) dengan Waktu
c.
Alkalinitas
Hasil pengukuran parameter
alkalinitas pada kolam pembesaran ikan Nila Merah tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Pengukuran Alkalinitas
Waktu
|
Alkalinitas
(mg/l)
|
Refrensi
|
07.00
|
10
|
Nilai
alkalinitas yang baik bagi perairan adalah 30 – 500 mg/l CaCO3
(Effendi, 2003).
|
13.00
|
42,5
|
19.00
|
7,75
|
01.00
|
20,75
|
Grafik pengukuran
variabel alkalinitas pada
kolam pembesaran ikan Nila Merah tersaji pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik
Hubungan Variabel Alkalinitas dengan Waktu
d.
Derajat keasaman (pH)
Hasil pengukuran parameter
derajat keasaman (pH) pada kolam pembesaran ikan Nila Merah tersaji pada Tabel
7.
Tabel
7. Hasil Pengukuran Derajat Keasaman (pH)
Waktu
|
pH
|
Refrensi
|
07.00
|
6
|
Nilai
pH yang baik bagi perairan adalah 6,5-9
(Kordi, 2007).
|
13.00
|
6
|
19.00
|
6
|
01.00
00.00
04.00
|
6
6
6
|
Grafik
pengukuran variabel derajat keasaman
(pH) pada
kolam pembesaran ikan Nila Merah tersaji pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik Hubungan Variabel Derajat Keasaman (pH) dengan Waktu
e.
Kesadahan
Hasil pengukuran parameter
kesadahan pada kolam pembesaran ikan Nila Merah tersaji pada Tabel 8.
Tabel 8.
Hasil Pengukuran Kesadahan
Waktu
|
Kesadahan
(mg/l CaCO3)
|
Refrensi
|
07.00
|
49,5
|
Nilai
kesadahan yang baik bagi suatu perairan berkisar 50 mg/l
(Effendi,
2003).
|
13.00
|
52,5
|
19.00
|
117
|
01.00
|
52,5
|
Grafik pengukuran
variabel kesadahan pada
kolam pembesaran ikan Nila Merah tersaji pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Hubungan
Variabel Kesadahan dengan Waktu
4.1.2.
Pengukuran parameter biologi
Hasil pengukuran parameter biologi
produktivitas primer pada kolam pembesaran ikan Nila Merah tersaji pada Tabel 9.
Tabel
9. Hasil Pengukuran Produktivitas Primer
Waktu
|
BT
|
BB BG
|
PP
|
Refrensi
|
10.00
|
2,08
|
1,8
|
21,87
|
Nilai PP yang baik pada suatu perairan adalah 124,995
(Hutabarat dan Evans, 2000).
|
4.1.3. Pengukuran parameter
fisika
a. Debit air
Praktikum mengenai
parameter debit air pada kolam pembesaran ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) di Satker PBIAT Dinas Kelautan dan
Perikanan, Ambarawa tidak dilakukan pengukur xan terhadap debit airnya karena
tidak ada aliran air yang masuk maupun keluar dari inlet maupun outlet.
b. Suhu
Hasil pengukuran parameter suhu air pada kolam
pembesaran ikan Nila tersaji pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Pengukuran Suhu Air dan Suhu
Udara
Waktu
|
Suhu
air (oC)
|
|
Suhu
Udara (oC)
|
Refrensi
|
Inlet
|
Tengah
|
Outlet
|
Kisaran
|
x
|
06.00
|
26
|
26
|
25
|
25-26
|
25.67
|
23
|
Nilai suhu air yang baik untuk kolam
Pembesaran Ikan Nila Meras adalah 28º–32º C (Kordi, 2007)
|
07.00
|
23
|
23
|
25
|
23-25
|
23.6
|
27
|
08.00
|
26
|
26
|
25
|
25-26
|
25.6
|
27
|
09.00
|
27
|
27
|
27
|
27
|
27
|
28
|
10.00
|
28
|
29
|
29
|
28-29
|
28.67
|
29
|
Tabel 10. Hasil Pengukuran Suhu Air dan
Suhu Udara (Lanjutan)
|
11.00
|
31
|
31
|
31
|
31
|
31
|
29
|
12.00
|
28
|
31
|
29
|
28-31
|
29.33
|
33
|
13.00
|
30
|
31
|
28
|
28-31
|
27.62
|
33
|
14.00
|
33
|
30
|
32
|
30-33
|
29.67
|
34
|
15.00
|
28
|
32
|
33
|
28-33
|
31
|
33
|
16.00
|
32
|
31
|
32
|
31-32
|
31.6
|
32
|
17.00
|
33
|
33
|
32
|
32-33
|
32
|
29
|
18.00
|
31
|
31
|
30
|
30-31
|
30.67
|
24
|
19.00
|
30
|
29
|
31
|
29-31
|
30
|
25
|
20.00
|
31
|
31
|
31
|
31
|
31
|
25
|
21.00
|
29
|
26
|
30
|
26-30
|
28.3
|
24
|
22.00
|
29
|
29
|
27
|
27-29
|
28.3
|
23
|
23.00
|
25
|
24
|
25
|
24-25
|
24.67
|
23
|
00.00
|
27
|
25
|
25
|
25-27
|
24.67
|
23
|
01.00
|
28
|
28
|
27
|
27-28
|
27.67
|
23
|
02.00
|
29
|
28
|
27
|
27-29
|
28
|
23
|
03.00
|
26
|
27
|
26
|
26-27
|
26.3
|
23
|
04.00
|
26
|
27
|
26
|
26-27
|
26.3
|
22
|
05.00
|
25
|
25
|
25
|
25
|
25
|
22
|
Grafik pengukuran
suhu udara pada kolam
pembesaran ikan Nila Merah tersaji pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik Hubungan
Variabel Suhu Udara dengan Waktu
Grafik pengukuran
suhu air pada kolam
pembesaran ikan Nila Merah tersaji pada Gambar 8.
Gambar 8 . Grafik HubunganVariabel
Suhu Air dengan Waktu
c.
Kecerahan
Hasil pengukuran parameter kecerahan pada kolam pembesaran ikan Nila Merah tersaji
pada tabel 13.
Tabel 11. Hasil
Pengukuran Kecerahan
Waktu
|
|
Kecerahan (cm)
|
Referensi
|
Inlet
|
Tengah
|
Outlet
|
Kisaran
|
|
06.00
|
14.5
|
14
|
10.5
|
10.5-14.5
|
29,33
|
Kecerahan yang baik bagi
suatu perairan adalah 30-40 cm (Kordi, 1997).
|
07.00
|
14
|
15
|
11
|
11-15
|
13.3
|
08.00
|
16
|
14,5
|
13,5
|
13,5-16
|
14.67
|
09.00
|
16.5
|
15.5
|
14
|
14-16.5
|
15.3
|
10.00
|
14
|
13,5
|
14
|
13.5-14
|
13.8
|
11.00
|
12.5
|
13
|
14.5
|
12.5-14.5
|
13.3
|
12.00
|
8.5
|
6.5
|
7
|
6.5-8.5
|
7.33
|
13.00
|
8
|
9
|
9.5
|
8-9.5
|
8.83
|
14.00
|
8
|
9.5
|
8.5
|
8-9.5
|
8.66
|
15.00
|
9
|
7.5
|
9
|
7.5-9
|
8.5
|
16.00
|
12.5
|
7.5
|
8.5
|
7.5-12.5
|
9.5
|
17.00
|
16
|
7.5
|
9
|
7.5-16
|
10.8
|
05.00
|
7
|
7.5
|
10
|
7-10
|
7.5
|
|
|
|
|
|
|
Grafik pengukuran variabel kecerahan terhadap
waktu disajikan pada Gambar 10.
Gambar 9. Grafik Hubungan Kecerahan dengan Waktu
d. Kedalaman
Hasil pengukuran parameter
kedalaman pada kolam pembesaran ikan Nila Merah tersaji pada tabel 14.
Tabel 12. Hasil Pengukuran Kedalaman
Waktu
|
Kedalaman
(cm)
|
Kelayakan
|
Inlet
|
Tengah
|
Outlet
|
|
06.00
|
32
|
37
|
44
|
37.66
|
Nilai Kedalaman yang baik
untuk kolam pembesaran ikan Nila Merah adalah minimal 1,25 m
(Kordi, 2007).
|
07.00
|
34
|
38
|
45
|
39
|
08.00
|
45
|
44
|
45
|
44.66
|
09.00
|
32
|
44
|
46
|
40.6
|
10.00
|
30
|
38
|
42
|
36.6
|
11.00
|
32
|
41
|
43
|
38.67
|
12.00
|
30
|
38
|
40
|
36
|
13.00
|
33
|
43
|
44
|
40
|
14.00
|
35
|
45
|
40
|
40
|
15.00
|
33
|
35
|
43
|
37
|
16.00
|
32
|
40
|
44
|
38.6
|
|
17.00
|
35
|
50
|
50
|
45
|
|
18.00
|
39
|
47
|
49
|
45
|
|
19.00
|
36
|
37
|
46
|
39.61
|
|
20.00
|
36
|
43
|
56
|
45
|
|
21.00
|
35
|
34
|
43
|
37.3
|
|
22.00
|
34
|
43
|
38
|
38.3
|
|
23.00
|
33
|
38
|
45
|
38.67
|
|
00.00
|
29
|
43
|
45
|
39
|
|
01.00
|
35
|
43
|
42
|
26.67
|
|
02.00
|
32
|
42
|
44
|
40
|
|
03.00
|
36
|
35
|
48
|
39.6
|
|
04.00
|
38
|
38
|
46
|
40.6
|
|
05.00
|
35
|
39
|
46
|
40
|
|
Grafik pengukuran variabel kedalaman terhadap
waktu disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik Hubungan
Variabel Kedalaman dengan Waktu
e.
Arus
Praktikum mengenai
parameter kecepatan arus pada kolam pembesaran ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) di Satker PBIAT
Dinas Kelautan dan Perikanan, Ambarawa tidak dilakukan pengukuran terhadap
debit airnya karena tidak ada aliran air yang masuk maupun keluar dari inlet
maupun outlet. Arus yang
dipengaruhi angin pada kolam Pembesaran Ikan Nila Merah tidak dapat dihitung
setelah pengukuran menggunakan bola arus selama 5 menit tikdak terjadi
peregangan pada tali yang mengait bola arus.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Pengukuran parameter kimia
a. Oksigen terlarut
(DO)
Pengukuran DO yang dilakukan pada pukul 08.00 menunjukkan kadar DO sebesar 1,24 mg/l. Empat jam sekali dilakukan pengukuran DO sampai pada
pukul 04.00 diperoleh kadar
DO sebesar 1,88 mg/l.
Pukul 12.00 kadar DO di kolam pembesaran ikan Nila
merah paling tinggi. Dikatakan
demikian, karena pada siang hari ketika matahari bersinar terang pelepasan
oksigen oleh proses fotosintesis yang berlangsung intensif pada lapisan eufotik
lebih besar daripada oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi. Kadar DO terendah terjadi pada pukul 08.00 yaitu 1,24 mg/l. Pola perubahan ini mengakibatkan fluktuasi
harian oksigen pada lapisan eufotik perairan.
Proses
fotosintesis yang terjadi pada siang
hari mengakibatkan jumlah oksigen terlarut cukup banyak. Malam hari
ketika tidak terjadi proses fotosintesis,, oksigen terbentuk, oksigen yang
terbentuk selama siang hari atau dih\gunakan oleh ikan dan tumbuhan air
sehingga sering terjadi penurunan konsentrasi oksigen secara terlarut (Kordi,
2007).
Oksigen (O2)
adalah satu jenis gas terlarut dalam air denagn jumlah yang sangat banyak,
yaitu menempati urutan kedua setelah nitrogen. Oksigenn diperlukan biopta air
untuk pernapasannya harus terlarut dalam air. Oksigen merupakan salah satu
factor pembatas, sehgingga bila ketersediannya di dalam air tidak mencuykupi
kebutuhan biota budi daya, maka segala aktivitaas biota akan terhambat (Kordi,
2007).
b. Karbondioksida
Pengukuran CO2 yang dilakukan pada pukul 12.00 kadar karbondioksida adalah 0 mg/l. Lalu pada sore hari pulul 16.00 karbondioksida menunjukkan angka 3,96 mg/l. Karbondioksida mencapai titik
tertinggi pada waktu tengah malam, yaitu 7,92 mg/l. Nilai ini menunjukkan karbondioksida akan meningkat pada
malam hari, yang berarti berbanding terbalik dengan kadar oksigen. Nilai karbondioksida
dipengaruhi oleh cahaya, pada sore hari tidak terdapat cahaya matahri sehingga
nilai karbondioksidanya tinngi yang terjadi hanya proses respirasi.
Menurut Effendi (2003) karbondioksida yang terdapat di perairan dari
berbagai sumber yaitu sebagai berikut:
1.
Difusi dari atmosfer. Karbondioksida yang terdapat di
atmosfer mengalami difusi secara langsung ke dalam air.
2.
Air hujan. Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi,
secara teoritis memilki kandungan karbondioksida sebesar 0,55-0,60 mg/l,
berasal dari karbondioksida yang terdapat di atmosfer.
3.
Air yang melewati tanah organic. Tanah organic yang
mengalami dekomposisi mengandung relative lebih banyak karbondioksida sebagai
hasil proses dekomposisi. Karbondioksida hasil dekomposisi ini akan larut ke
dalam iar.
4.
Respirasi tumbuhan, hewan, dan bakteri aerob maupun
anaerob. Respirasi tumbuhan dan hewan mengeluarkan karbondioksida. Dekomposisi
bahan organik pada kondisi aerob menghasilkan karbondioksida sebagai salah satu
produk akhir. Dekomposisi anaerob karbohidrat pada organ dasar perairan akan
menghasilkan karbondioksida sebagai produk akhir.
Kadar CO2 dapat
mengalami pengurangan bahan kimia yang hilang akibat proses fotosintesis,
evaporasi, dan agitasi air. Perairan yang diperlukan bagi kepentingan perikanan
sebaiknya mengandung kadar CO2 bebas kurang dari 5 mg/l. Kadar Co2
bebas sebesar 10 mg/l masih dapat ditolerir oleh organisme aquatik, asal
disertai dengtan kadar CO2 yang cukup, sebagian besar mencapai sebesar 60 mg/l
(Boyd,1989 dalam Effendi, 2003).
Kadar karbondioksida (CO2)
merupakan gas yang dibutuhkan oleh tumbuhan air renik maupun tingkat tinggi
untuk melakukan fotosintesis, meskipun peranan karbondioksida sangat besar bagi
kehidupan organism air, namun kandungannya yang berlebihan sangat mengganggu,
bahkan menjadi racun secara langsung bagi biota budidaya di tambak dan kolam
(Kordi , 2007)
c. Alkalinitas
Hasil pengukuran terhadap
alkalinitas yang dilakukan setiap 6 jam selama rentang waktu 24 jam menunjukan
kisaran nilai dari 7,75 mg/l CaCO3 sampai dengan 42,5 mg/l CaCO3.
Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk
menetralkan asam, atau dikenal dengan sebutan acid-neutralizing capacity
(ANC) atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hydrogen.
Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu di sukai
oleh organism akuatik karena biasanya diikuti oleh nilai kesadahan yang tinggi
atau kadar garam natrium yang tinggi. Nilai alkalinitas yang baik berkisar
antara 30-500 mg/l CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas tinggi lebih
produktif dari pada perairan dengan nilai
alkalinitas rendah (Effendi, 2003).
Konsentrasi
total alkalinitas tidak hanya berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan
plankton tetapi juga mempengaruhi parameter kualitas air yang lain, yakni pH
air yang akhirnya mempengaruhi produksi
dan pertumbuhan budidaya
(Kordi, 2007).
Alkalinitas perairan berkaitan
dengan gambaran kandungan karbonat dari batuan dan tanah yang dilewati oleh air
serta sedimen dasar perairan. Nilai alkalintias tinggi biasanya juga demikian
di wilayah kering di mana terjadi evaporasi secara intensif. Perairtan dengan
nilai alkalinitas tinggi lebih produktif daripada dengan nilai alkalintias,
tetapi berkaitan dengan keberadaan fosfor dan elemen esensial lain yang
kadarnya meningkat dengan meningkatnya nilai alkalinitas (Effendi, 2003).
d. Derajat keasaman (pH)
Hasil praktikum mengenai
pengukuran nilai pH perairan pada kolam pembesaran ikan Nila Merah selama 4 kali pengamatan dengan
interval 6 jam didapatkan hasil bahwa nilai pH konstan yaitu 6.
Derajat keasaman popular
dengan nama pH, pH singkatan dari Puissance negative de H yaitu logaritma dari
pertukaran ion-ion H (Hidrogen) yang tyerlepas dalam suatu cairan. Usaha
budidaya perairan akan berhasil baik dengan kisarann pH 6,5-9,0 (Kordi, 2007).
Menurut Effendi (2003), bakteri
tumbuh denagn baik pada pH rendah dan alkalinitasa sedang, namun lebih menyukai
pH rendah (kondisi asam). Proses dekomposisi bahan organik berlangsung lebih
cepat pada kondisi pH netral oleh alkalis.
Menurut Kordi (2007), konsentrasi
ion H+ yang semakin tinggi, maka semakin rendah konsentrai ion OH-
dan pH <7, perairan semacam ini bersifat asam. Nilai pH 5-6,5, pertumbuhan
ikan terhambat dan ikan sangat sensitif terhadap bakteri dan parasit dan
menyebabkan keanekaragaman plankton dengan sedikit menurun dan kelimpahan total
biomassa dan produktivitas tidak mengalami perubahan
e. Kesadahan
Pengukuran kesadahan pertama
kali dilakukan pada pukul 13.00
dan diukur 6 jam sekali sampai pada pukul 07.00 hari berikutnya terhitunng sebanyak 4 kali
pengukuran. Data yang didapatkan berturut-turut 52,5 mg/l pada pukul 13.00, 117 mg/l CaCO3 pada pukul 19.00 , 52,5 mg/l pada pukul 01.00 dan 49,5 mg/l pada pukulk 07.00.
Menurut
Effendi (2003), pengukuran kesadahan
didapatkan hasil yaitu total kesadahan pada kolam sekitar 49,5 – 117 mg/l, kesadahan pada kisaran ini termasuk
kesadahan lunak dan organisme lebih suka pada air yang sadah dari pada lunak
yaitu 50 mg/l.
Kesadahan
adalah gambaran kation logam divalen. Kation-kation ini dapat bereaksi dengan
sabun membentuk endapan maupun dengan anion-anion yang terdapat di dalam air
membentuk endapan atau karat pada perlatan logam. Kesadahan adalah banyaknya
garam - garam mineral yang larut yang kationnya bervalensi dua, dimana kation
tersebut umumnya terdiri dari Ca dan Mg dengan anion CO2-2
dan HCO3- dinyatakan dalam CaCO3 per liter air
(Effendi, 2003).
4.2.2. Pengukuran parameter biologi
Nilai produktivitas primer pada kolam pembesaran ikan Nila Merah di Satker
PBIAT Ambarawa adalah 203,125 g C/m3/jam. Keadaan ini menunjukkan
produktivitas primer pada kolam ini cenderung tinggi.
Produktivitas primer perairan adalah produktivitas fitoplankton dan
tumbuhan pada kolam. Menurut (Hutabarat dan Evans, 2000), produktivitas
perairan sangat besar peranannya dalam budidaya ikan dan dipengaruhi oleh
kecepatan penguraian dari bahan-bahan organik menjadi garam mineral.
Produktivitas primer akan turun cepat sesuai dengan makin dalamnya perairan
yang diikuti dengan makin berkurangnya tumbuh-tumbuhan berklorofil. Kemudian
produktivitas primer akan berhenti pada kedalaman antara 30 – 100 m, tergantung
dalamnya perairan
Pengukuran produktivitas primer perairan
didapatkan sebesar 203,125 g C/m3/jam. Nilai ini menunjukkan
produktivitas yang terjadi dalam kolam cukup optimal karena kedalaman kolam
yang tidak terlalu dalam dan cahaya matahari masih dapat menembus pada saat
siang hari (Hutabarat dan Evans, 2000).
4.2.3.
Pengukuran parameter fisika
a. Debit air
Praktikum mengenai parameter
debit air pada kolam pembesaran ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) di Satker PBIAT Dinas Kelautan dan
Perikanan, Ambarawa tidak dilakukan pengukuran terhadap debit airnya karena
tidak ada aliran air yang masuk maupun keluar dari inlet maupun outlet.
Debit air yang mengalir ke kolam sistem air deras
merupakan faktor yang memegang peranan sangat penting untuk menghasilkan
kualitas air yang baik. Debit air yang terlalu rendah akan mengakibatkan
produksi ikan menurun karena kandungan O2 di dalam air menjadi
berkurang dan sisa makanan atau kotoran hasil sisa metabolisme tidak dapat
segera dibuang. Debit air yang terlalu deras akan mengakibatkan pertumbuhan
ikan menjadi terhambat, karena sebagian besar energi yang telah diperoleh akan
digunakan untuk mempertahankan diri dari pengaruh arus yang terlalu besar.
Untuk menghindari terjadinya penyumbatan pada pintu pemasukan air, air dari
saluran harus disaring terlebih dahulu sebelum dialirkan ke kolam. Alat
penyaringan dapat dibuat secara sederhana dari bahan besi atau bambu (Afrianto
dan Liviawaty, 1998).
Kuantitas air lebih
dikenal dengan debit air perlu menjadi bahan pertimbangan sebelum memulai
budidaya. Kolam pemeliharaan mulai dari pembenihan
sampai dengan pembesaran memerlukan debit air yang berbeda-beda. Menjamin kelancaran usaha ini kualitas air harus baik. Jumlahnya harus cukup dan kontinuitasnya harus juga terjamin. Air
sebaiknya tersedia sepanjang tahun atau minimum 9 bulan dalam setahun,
sementara saat sama sekali tidak ada air dapat digunakan untuk perbaikan
pematang kolam atau pembuatan kolam baru (Susanto, 1993).
Aliran sungai dimana perairan itu berasal atau berada dilingkungan perairan
terdiri dari komponen abiotik (komponen tidak hidup) dan biotik (biota hidup).
Kedua komponen itu saling berinteraksi melalui arus energi dan daur hara
(untrien). Resultan interaksi dari kedua komponen itu berupa kualitas air.
Apabila interaksinya berubah atau terganggu, maka kualitas air dari lingkungan
perairan itu berubah pula. Sehingga aktivitas manusia akan mempengaruhi
lingkungan air permukaan (Diana
Hendrawan ,2005).
b. Suhu
Pengukuran suhu yang telah
didapatkan hasil bahwa suhu terendah terjadi pada pukul 23.00, sedangkan suhu
tertinggi terjadi pada pukul 18.00. kedaan suhu yang demikian karena disebabkan
faktor cuaca yaitu hujan yang mengguyur kolam. Suhu pada kolam pemijahan ikan
nila terjadi secara fluktuatif. Perubahan secara fluktuatif ini terjadi karena
cuaca.
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari
permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran
serta kedalaman badan air. Perubahan
suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu
juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan (Effendi, 2003).
Peningkatan suhu pengakibatkan
peningkatan terhadap vikositas reaksi kimia, eraporasi dan volatilisasi.
Peningkatang suhu juga mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air,
misalnya gas O2, CO2,N2, CH4 (hasilan dalam Effendi, 2003). Peningkatan suhu juga
menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, dan
selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen (Effendi,2003).
Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan kecepatan
metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya mengakibatkan
peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10 ºC
menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik
sekitar 2 – 3 kali lipat. Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya
peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Kisaran suhu optimum bagi
pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20 – 30 ºC (Effendi, 2003).
c. Kecerahan
Pengukuran kecerahan yang telah dilakukan oleh kelompok kita, didapatkan
hasil bahwa kecerahan tertinggi diperoleh pada pukul 08.00 WIB. Sedangkan
kecerahan terendah diperoleh pada pukul 12.00 WIB. Kecerahan suatu badan air
dipengaruhi warna perairan dan kekeruhan. Kecerahan suatu badan perairan
dipengaruhi juga oleh kedalaman perairan dan sifat dasar substrat.
Keceahan air tergantung pada warna
dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran tranaparasi perairan, yang ditentukan
secara visual dengan menggunakan secchi
disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat
dipengaruhi oleh cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi,
serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan
sebaiknya dilakukan saat cerah (Effendi, 2003).
Pengetahuan kecerahan suatu perairan
berguna untuk dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan teradi
proses asimilasi didalam air, lapisan-lapisan manakah yang tidak keruh, yang
agak keru. Air yang tidak terlampau keruh dan tidak terlampau jernih baik untuk
kehidupan ikan dan udang budidaya. Kecerahan yang baik bagi usaha budidaya ikan
dan udang berkiar 30-40 cm yang diukur menggunakan piringan secchi disk. Kecerahan sudah mencapai kedalaman kuran g
dari 25 cm, pergantian air sebaiknya segera dilakuakan sebelum fitoplankton
mati berurutan yang diikuti penurunan oksigen terlarut secara drastis (Kordi,
2007).
Nilai kecerahan dinyatakan dalam
satuan meter. Nilai ini sangat tergantung oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran,
kekruhan,, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan
pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cerah (Effendi.
2003).
d. Kedalaman
Pada pengukuran kedalaman didapatkan hasil yaitu 38
– 50 cm.. Pengukuran dilakukan setiap jam selama 24 jam. Kedalaman suatu perairan juga mempunyai pengaruh
pada parameter fisika yaitu kecerahan. Kedalaman perairan dimana proses
fotosintesis sama dengan proses respirasi disebut kedalaman kompensasi. Untuk
menghitung kedalaman perairan menggunakan tongkat berskala dan tiga titik
perhitungan kedalaman yaitu masuknya air (in let), tengah kolam dan
keluarnya air (out let).
Kedalaman suatu perairan berkaitan dengan kondisi ekosistem perairan
tersebut dimana berpengaruh terhadap kelangsungan hidup biota di dalamnya,
kedalaman perairan ditentukan oleh suplai atau ketersediaan air yang masuk ke
dalam perairan tersebut (Cholik, 1986).
Dari data yang kelompok kami dapatkan menyatakan bahwa kedalaman yang ada
pada kolam ikan Nila Merah di Satker PBIAT Ambarawa ditemukan berubah-ubah yang
disebabkan bentuk topografi dasar kolam ikan yang tidak rata, pengisian air
pada in let tidak lancar sehingga ketinggian air kolam ikan Nila
Merah tidak tetap dan substrat dasar kolam ikan yang berupa lumpur.
e. Arus
Praktikum mengenai
parameter kecepatan arus pada kolam pembesaran ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) di Satker PBIAT
Dinas Kelautan dan Perikanan, Ambarawa tidak dilakukan pengukuran terhadap
debit airnya karena tidak ada aliran air yang masuk maupun keluar dari inlet
maupun outlet. Arus yang
dipengaruhi angin pada kolam Pembesaran Ikan Nila Merah tidak dapat dihitung
setelah pengukuran menggunakan bola arus selama 5 menit tikdak terjadi
peregangan pada tali yang mengait bola arus.
Kecepatan arus dalam suatu badan air sangat berpengaruh terhadap kemampuan
badan air tersebut untuk mengasimilasi dan mengangkut bahan pencemar.
Pengetahuan akan arus digunakan dalam memperkirakan kapan bahan pencemar akan
mencapai suatu lokasi tertentu (Sugiarto, 1988).
Ini menunjukkan kolam pembesaran ikan Nila Merah yang kami amati kecepatan
arusnya sangat lambat sehingga tidak cocok digunakan sebagai kolam pembesaran
air tawar, umumnya memiliki kecepatan yang relatif cukup tinggi antara 3-6 m/s (Cholik, 1986).
Arus air yang terlalu kuat
dapat menimbulkan kerusakan pematang, pintu air dan mengakibatkan pendangkalan
di petakan kolam, pintu air maupun di saluran air, karena adanya erosi dan
sedimentasi. Akibat dari semua itu dapat menyebabkan pengaturan air di dalam
unit kolam menjadi tidak efektif,
sehingga akan mempengaruhi produksi kolam bahkan mungkin mengakibatkan
kerusakan kolam (Kordi , 2007).
Menurut Hutabarat dan Evans (1986), gerakan air di permukaan kolam terutama
disebabkan oleh adanya angin yang bertiup di atasnya. Angin adalah salah satu faktor yang paling
bervariasi dalam membangkitkan arus. Gerakan air tersebut juga dapat
diakibatkan oleh perbedaan densitas. Arus pada kolam juga dipengaruhi oleh
keluar masuknya air melalui inlet dan outlet. Pengaruh kecepatan
arus erat juga kaitannya dengan kadar oksigen terlarut (DO). Jika kecepatan
arus tinggi, maka kadar oksigen terlarutnya tinggi dan begitu juga sebaliknya.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang
dapat diambil dari praktikum Limnologi :
1. Aspek-aspek limnologi yang perlu
diperhatikan dalam kegiatan budidaya terutama pembesaran ikan Nila Merah (Oreochromis
niloticus) di air tawar
meliputi parameter fisika antara lain kecerahan, kedalaman, suhu, arus,
parameter kimia antar lain oksigen terlarut, karbondioksida terlarut, pH,
salinitas, kesadahan dan parameter biologi yaitu produktifitas primer.
2. Kualitas
air yang baik yaitu oksigen terlarut lebih dari 5 dan karbondioksida terlarut
mendekati 0 untuk kegiatan pembesaran ikan Nila Merah pada perairan air tawar.
3. Parameter
fisika mempengaruhi parameter kimia
dan keterkaitan antara parameter fisika dan kimia mempengaruhi parameter
biologi.
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk perbaikan
praktikum Limnologi selanjutnya adalah :
1. Sebaiknya air yang masuk (inlet) dan air yang keluar (outlet) diperhatikan supaya terjadi
aliran oksigen dari aliran inlet dan outlet kolam tersebut.
2. Pengukuran di dalam kolam pembesaran ikan
Nila Merah, sebaiknya berhati-hati sebab dapat berpengaruh pada proses pembesaran
ikan Nila tersebut.
3. Kebersihan kolam dan lingkungan kolam
sebaiknya harus selalu dijaga agar fungsi kolam sebagai nilai estetika dapat
dimanfaatkan.
L A M P I R
A N
Lampiran 1. Alat yang digunakan
dalam Praktikum Limnologi
Tabel 4. Alat
yang digunakan dalam Praktikum Limnologi
No
|
Alat
|
Ketelitian
|
Kegunaan
|
1
|
Botol cuka 50 ml
|
-
|
Sebagai tempat reagen
|
2
|
Botol BOD 125 ml
|
-
|
Untuk mengambil sample air
|
3
|
Erlenmeyer 250 ml
|
50
ml
|
Untuk tempat sample
|
4
|
Pipet tetes
|
0,05
ml
|
Untuk mengambil reagen
|
5
|
Spuit suntik 1 ml
|
0,01
ml
|
Untuk titrasi
|
6
|
Botol aqua 600 ml
|
-
|
Untuk tempat sampel air
|
7
|
Kertas label
|
-
|
Untuk memberi tanda
|
8
|
Termometer air raksa
|
10
C
|
Untuk mengukur suhu
|
9
|
Secchi disc
|
1
cm
|
Untuk mengukur
kecerahan dan
Kedalaman
|
10
|
Ember 10 L
|
-
|
Untuk mengukur debit air
|
11
|
Stopwatch
|
1
detik
|
Untuk kontrol waktu
|
12
|
Plastik hitam
|
-
|
Untuk membungkus botol BOD
|
13
|
Millimeter blok
|
1
mm
|
Untuk menggambar grafik
|
14
|
Aquades 5 liter
|
-
|
Untuk mengencerkan
|
15
|
Meteran jahit
|
1
mm
|
Untuk mengukur lintasan bola arus
|
16
17
18
19
20
21
22
|
Gelas ukur 50 ml
Bola arus
Tissue
Lampu emergency
Buku literature
Tikar
Senter
|
1
ml
-
-
-
-
-
-
|
Untuk mengukur sampel air
Untuk mengukur arus
Untuk membersihkan peralatan
Sebagai alat penerang
Untuk bahan referensi
Untuk alas duduk dan tidur
Sebagai alat penerangan
|
Lampiran 2. Bahan yang digunakan dalam
Praktikum Limnologi
Tabel 5. Bahan
yang digunakan dalam Praktikum Limnologi
No.
Bahan
|
Kegunaan
|
1. MnSO4
|
Mengikat oksigen dalam air sampel
|
2. NaOH
dalam KI
|
Mengikat oksigen dalam air sampel
|
3. H2SO4
pekat
|
Mengurai oksigen dalam air sampel
|
4. Na2S2O3
0,025 N
|
Sebagai titran kelarutan oksigen
|
5. Indikator
amilum
|
Sebagai indikator dalam uji kelarutan oksigen.
|
6. Na2CO3
0,045 N
|
Sebagai titran dalam pengukuran karbondioksida
|
7. Indikator
PP
|
Sebagai indikator warna dalam uji
alkalinitas dan karbondioksida
|
8. HCl
0,025 N
|
Sebagai titran dalam pengukuran alkalinitas
|
9. Indikator
MO
|
Sebagai indikator alkalinitas
|
10. pH
paper
|
Sebagai indikator pH
|
11. Larutan
buffer
|
Membuat dan menjaga pH menjadi basa
|
12. Indikator
Chrom Black T
|
Sebagai indikator kesadahan
|
13. Na –
EDTA
|
Sebagai titran dalam pengukuran kesadahan
|
14. Sampel
air
|
Sebagai sampel uji
|
15. Aquadest
|
Sebagai pengencer larutan
|
16. Na2S9H2O
|
Sebagai indikator dalam kesadahan
|
Lampiran 3. Perhitungan
A. Parameter Kimia
1. Perhitungan DO
· Jam 14.00
Kadar DO (mg/l)
: ml
titran x N titran x 8 x 1000
ml sampel
Kadar DO (mg/l
) : 0,31
ml x 0,025 x 8 x 1000
50 ml
: 62
50
: 1,24 mg/l
· Jam 18.00
Kadar DO (mg/l) : ml titran x N titran x 8 x 1000
ml
sampel
Kadar DO (mg/l
) : 0,55
ml x 0,025 x 8 x 1000
50 ml
:
110
50
: 2,2 mg/l
· Jam 22.00
Kadar DO (mg/l
) : ml
titran x N titran x 8 x 1000
ml sampel
Kadar DO (mg/l
) : 0,45
ml x 0,025 x 8 x 1000
50 ml
: 90
50
:
1,8 mg/l
· Jam 02.00
Kadar DO (mg/l
) : ml
titran x N titran x 8 x 1000
ml sampel
Kadar DO (mg/l
) : 0,4
ml x 0,025 x 8 x 1000
50 ml
:
8
0
50
: 1,6 mg/l
· Jam 06.00
Kadar DO (mg/l
) : ml
titran x N titran x 8 x 1000
ml sampel
Kadar DO (mg/l
) : 0,35
ml x 0,025 x 8 x 1000
50 ml
: 70
50
:
1,4 mg/l
· Jam 10.00
Kadar DO (mg/l
) : ml
titran x N titran x 8 x 1000
ml sampel
Kadar DO (mg/l) : 0,47 ml x 0,025 x 8 x 1000
50 ml
: 94
50
:
1,88 mg/l
2. Perhitungan CO2
· Jam 08.00
Kadar CO2 (mg/l
) : ml
titran x N titran x 22 x 1000
ml sampel
Kadar CO2 (mg/l
) : 0,02
ml x 0,045 x 22 x 1000
50 ml
: 19,8
50
: 0,396 mg/l
· Jam 12.00
Kadar CO2 (mg/l
) : ml
titran x N titran x 22 x 1000
ml sampel
Kadar CO2
(mg/l)
: 0
ml x 0,045 x 22 x 1000
50 ml
: 0
50
: 0 mg/l
· Jam 16.00
Kadar CO2 (mg/l) : ml titran x N titran
x 22 x 1000
ml
sampel
Kadar CO2 (mg/l
) : 0,2
ml x 0,045 x 22 x 1000
50 ml
: 19,8
50
: 3,96 mg/l
· Jam 20.00
Kadar CO2 (mg/l
) : ml
titran x N titran x 22 x 1000
ml sampel
Kadar CO2 (mg/l
) : 0,3
ml x 0,045 x 22 x 1000
50 ml
: 297
50
: 5,94 mg/l
· Jam 00.00
Kadar CO2 (mg/l
) : ml
titran x N titran x 22 x 1000
ml sampel
Kadar CO2 (mg/l) : 0,4 ml x 0,045 x 22 x
1000
50 ml
: 396
50
: 7,92 mg/l
· Jam 04.00
Kadar CO2 (mg/l
) : ml
titran x N titran x 22 x 1000
ml sampel
Kadar CO2 (mg/l
) : 0,08
ml x 0,045 x 22 x 1000
50 ml
: 79,2
50
: 1,584 mg/l
3.
Alkalinitas :
P (Parsial) : A x N HCl x 50 x 1000 mg/l
ml
sampel
: 0 x 0,025 x 50 x 1000
50
:
0
· Jam 07.00
P (total) : (A+B) x N HCl x 50 x
1000 mg/l
ml
sampel
: (0+0,4
) x 0,025 x 50 x 1000
50
: 500
50
: 10 mg/l
· Jam 13.00
P (total) : (A+B) x N HCl x 50 x
1000 mg/l
ml
sampel
: (0+1,7
) x 0,025 x 50 x 1000
50
: 2125
50
: 42,5 mg/l
· Jam 19.00
P (total) : (A+B) x N HCl x 50 x
1000 mg/l
ml
sampel
: (0+0,31
) x 0,025 x 50 x 1000
50
: 387,5
50
: 7,75 mg/l
· Jam 01.00
P (total) : (A+B) x N HCl x 50 x
1000 mg/l
ml
sampel
: (0+0,83
) x 0,025 x 50 x 1000
50
: 1037,5
50
: 20,75 mg/l
4. Kesadahan :
· Jam 07.00
A = ml Na - EDTA = 0,33 ml
Ksadahan :
A x 150 mg/l
: 0,33 x 150 mg/l
: 49,5 mg/l
· Jam 13.00
A = ml Na - EDTA = 0,35 ml
Ksadahan :
A x 150 mg/l
: 0,35 x 150 mg/l
: 52,5 mg/l
· Jam 19.00
A = ml Na – EDTA = 0,78 ml
Ksadahan :
A x 150 mg/l
: 0,78x 150 mg/l
: 117 mg/l
· Jam 01.00
A = ml Na - EDTA =0,35 ml
Ksadahan :
A x 150 mg/l
: 0,35 x 150 mg/l
: 52,5 mg/l
5. pH
Nilai pH diukur setiap 6 jam,
· Jam 07.00 : pH 6 (asam)
· Jam 13.00 : pH 6 (asam)
· Jam 19.00 : pH 6 (asam)
· Jam 01.00 : pH 6 (asam)
B. Parameter Biologi
1.
Produktivitas Primer
a. Botol gelap :
Kadar DO (mg/l
) : ml
titran x N titran x 8 x 1000
ml sampel
Kadar DO (mg/l
) : 0,1
ml x 0,025 x 8 x 1000
50 ml
: 20
50
: 0,4 mg/l
b. Botol terang :
Kadar DO (mg/l
) : ml
titran x N titran x 8 x 1000
ml sampel
Kadar DO (mg/l
) : 0,75
ml x 0,025 x 8 x 1000
50 ml
:
150
50
: 3 mg/l
PP :
BT-BG x 12 x 1000
4 32
PQ
: 3 - 0,4 x 12 x 1000
4
32 1,2
: 2,6 x 12 x 1000
4 32 1,2
:
0,65x 0,375 x 833,3
:
203,125 grC/m3/jam
Lampiran 4. Denah
Lokasi
DENAH KOLAM LOKASI PRAKTIKUM LIMNOLOGI
|
|
Lampiran 5. Dokumentasi
Praktikum Limnologi
Gambar
12. Pengukuran DO dan CO2
Gambar
13. Pengukuran Kedalaman Kolam
Gambar
14. Pengukuran Suhu Air
Gambar
15. Pengukuran Kecerahan Kolam